Senin, 24 Desember 2012

Sejarah dan Perkembangan Psikologi Olahraga



Sejarah dan Perkembangan Psikologi Olahraga
Norman Triplett, seorang mahasiswa di Clark University dianggap orang pertama yang melakukan penelitian berkaitan dengan psikologi olahraga. Pada tahun 1898 ia melakukan terhadap atlet balap sepeda. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mengapa atlet balap sepeda mengendarai sepeda lebih cepat saat bertanding dalam regu atau berpasangan, dibandingkan dengan saat bersepeda sendirian. Sehingga Norman Triplett menyimpulkan bahwa adanya pengaruh psikologi tertentu pada penampilan atlet yang disebut sebagai faktor keberadaan orang lain. Triplett juga melakukan penelitian terhadap anak – anak yang memancing, dan ditemukan bahwa sebagian dari jumlah anak tersebut dipengaruhi oleh keberadaan orang lain. Jadi seseorang dipengaruhi oleh faktor sosial untuk memunculkan sikap kompetitif.
 Munculnya penelitian yang lain mengenai Psikologi Olahraga diawali oleh E.W. Scripture dari Yale University pada tahun 1899 yang menyatakan ciri – ciri kepribadian seseorang dipengaruhi oleh keterlibatannya dalam olahraga. Selanjutnya penelitian pada tahun 1903 oleh GTW Patrick, mengenai penonton olahraga yang mengekspresikan emosinya terhadap para pemain American Football.
Coleman Roberts Griffith melakukan penelitian terhadap atlet – atlet football dan basket pada tahun 1918 di University of Illinois. Griffith mengobservasi faktor – faktor  psikologi yaitu adanya pengaruh latihan terhadap pertandingan pada atlet – atlet football dan basket. Ia juga menulis dua buku psikologi yang terkenal dan menulis 25 artikel ilmiah dari hasil penelitiannya mengenai olahraga sehingga dari karyanya tersebut mengkukuhkan namanya sebagai Father of Sport Psychology di Amerika Serikat. Pada tahun 1970, Kroll dan Lewis menyebutnya sebagai America’s First Sport Psychology.
Yang dianggap sebagai pelopor psikologi olahraga di Eropa menurut catatan Antonelli adalah orang berdarah Jerman yang bernama Stutt. Tahun 1801, Stutt menulis mengenai faktor – faktor pada atlet sepak bola. Selanjutnya pada tahun 1901 tulisan ini diteruskan oleh Jusserad. Akan tetapi, tulisan yang paling dianggap sebagai tonggak munculnya psikologi olahraga adalah De Coubertin, pendiri gerakan Olimpiade. pada tahun 1913 De Coubertin menulis Essay in Sport Psychology. Di dalam bukunya ia menyatakan bahwa olahraga sebagai ekspresi estetika dan juga sebagai alat pendidikan untuk membentuk emosi yang lebih baik. Antara tahun 1921-1928 muncul lagi nama – nama yang menulis mengenai psikologi olahraga, yaitu R.W Schulte, N. Sipple, dan F. Giese. Buku yang ditulis oleh Schulte dianggap buku yang pertama yang membahas mengenai persiapan – persiapan yang dilakukan oleh atlet – atlet agar bisa memperlihatkan penampilan terbaik.
Di Rusia, psikologi olahraga berkembang pada akhir abad ke-19 dan dipelopori oleh Ivan N. Chenov yang mendirikan Moscow Institute of Psychology. Chenov merupakan pendahulu dari I.P. Pavlov, akan tetapi yang dikenal sebagai Father of Soviet Sport Psychology adalah Peter Roddick. Disamping itu muncul juga nama A. Puni, tokoh dari Peter Lesgraft Institute di Leningrad. Peter Lesgraft menulis mengenai pengaruh psikologi secara positif dari berbagai aktivitas fisik yang meliputi, sense of control, inteligensi, body image, kesejahteraan emosional serta peningkatan fungsi motorik.
Pasca PD ke-2, di Eropa, AS maupun juga di Asia, perhatian terhadap motor learning dan psikologi olahraga bermunculan kembali.
Di Leipzig, Jerman di bawah kepemimpinan Paul Kunath, didirikan Laboratorium Psikologi Olahraga, sehingga Kunath memegang peranan penting dalam psikologi olahraga di Republik Demokrasi Jerman. Demikian pula di Rusia, kegiatan psikologi olahraga tetap marak dan setelah PD ke-2, diteruskan oleh tokoh – tokoh A.C. Puni dan Peter Roddick.
Di RRC, banyak bermunculan institusi yang memfokuskan pada pendidikan fisik/ jasmani atau Physical education. Wu Wenzhong dan Xiaou Zhonguo pada tahun 1942, menulis buku mengenai psikologi olahraga “The Psychology of Physical Education”. Keduanya merupakan tokoh dari National Institute of Wushu.
Selanjutnya perkembangan psikologi olahraga di RRC dilaporkan oleh Ma Qiwei, Qiu Yijun, dan Chai Wenxiu pada pertemuan 1990 Beijing Asian Games Scientific Congress, tanggal 16-20 September, sebagai berikut:
1.      Pada dekade 1956-1966, tulisan dan karangan mengenai Psikologi Olahraga dari luar negeri mulai dikumpulkan dan diterjemahkan. Psikologi Olahraga berangsur – angsur dijadikan mata kuliah di Institut Pendidikan Jasmani. Selanjutnya dengan adanya reformasi dan sikap keterbukaan pemerintah mempengaruhi perkembangan pada decade berikutnya.
2.      Dekade 1979-1989 adalah periode saat Psikologi Olahraga berkembang pesat.
3.      Pada bulan November 1979, dalam pertemuan tahunan Third Annual Academic Meeting of China Society of Psycology di Tianjin, diresmikan berdirinya Physical Education and Sport Psychology Commision.
4.      Pada bulan Desember 1980 diresmikan berdirinya National Society of Sport Psychology yang berafiliasi dengan Congress of China Society of Sport Science (CSSS).

Saat ini, di RRC perkembangan Psikologi Olahraga sangat pesat. Cabang dari asosiasinya terbentuk sampai ke tingkat provinsi. Cepatnya perkembangan Psikologi Olahraga di Negara tersebut dihubungkan dengan prestasi – prestasi yang diraih oleh atlet – atletnya yang luar biasa pesatnya, khususnya dalam kejuaraan olimpiade.
Pada tahun 1952, di Jepang buku yang berjudul The Psychology of Physical Education ditulis oleh Mitsuo Matsui. Bersamaan dengan hal tersebut, Iwao Matsuda dan Atsushi Fujita memasukan program psikologi olahraga ke dalam kurikulum pelajaran olahraga atau physical education di Jepang.
Kegiatan Psikologi Olahraga di Indonesia belum mengalami perkembangan yang meluas. Kesadaran betapa pentingnya faktor – faktor psikologi dalam dunia olahraga, sayangnya tidak dibarengi dengan ketersedianya tenaga khusus dalam bidang Psikologi Olahraga secara formal. Yang menyadari akan hal tersebut hanya belajar dari buku, kepustakaan, mengikuti seminar dan pertemuan internasional. Empat orang tokoh Psikologi Olahraga internasional pernah didatangkan ke Indonesia yang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan menjelaskan betapa pentingnya psikologi dalam bidang olahraga kepada para petinggi di bidang olahraga di Indonesia, disamping itu juga berfungsi untuk merangsang para psikolog Indonesia untuk mempelajari dan mengembangkan Psikologi Olahraga. Pada tahun 1992 PBSI mendatangkan Robert N. Singer, mantan Presiden International Society for Sport Psychology, dari University Florida. Tahun 1995, Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara, mengundang Dieter Heckfort dari University of Munich (Jerman), Lars-Eric  Unestahl dari University of Orebro (Swedia), dan Daniel Gould dari University of North Caroline, Greensboro (Amerika). 

Prinsip – Prinsip Latihan

Prinsip – Prinsip Latihan

·         Prinsip Beban Berlebih (Overload)
Pemberian beban terhadap tubuh, akan direspon oleh tubuh itu sendiri. Jawaban dari tubuh merupakan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang diterimanya.

·         Prinsip Spesifikasi
Ketika latihan berkaitan dengan unsur biomotorik maka pelatih harus tahu betul sistim energi apa dan unsur-unsur fisik apa yg paling dibutuhkan (dominan untuk cabang olahraga yang dilatihnya. Apakah kapasitas aerobik, anaerobik (laktat atau alaktat), daya tahan, kekuatan, power, kelincahan, kecepatan, stamina atau yang lain.

·         Prinsip Pemulihan Asal (Reversibility)
Prinsip ini menggambarkan bahwa apabila tubuh kita diberikan waktu istirahat yang tertalu lama, maka kemampuan atau kesegaran tubuh yang sudah dimiliki melalui proses latihan sebelumnya, akan kembali ke tingkat semula, atau sama seperti ketika tidak melakukan latihan.

·         Prinsip Aktif dan Kesungguhan Atlet
Atlet dituntut aktif dan memiliki inisiatif sendiri dalam melakukan berbagai latihan yang sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga yang digelutinya dengan sungguh – sungguh agar latihan tersebut hasilnya maksimal.

·         Prinsip Kesadaran Atlet
Atlet dalam berlatih diharapkan memiliki kebutuhan dalam melakukan latihan, bukan latihan tersebut dianggap sebagai keharusan. Karena dengan memiliki rasa kebutuhan atlet tidak terpaksa dalam melakukan latihan, apabila terpaksa maka hasil latihan tidak dapat mencapai hasil yang maksimal.

·         Prinsip Individual
Salah satu penyebab ketidak berhasilan seorang pelatih dalam mempersiapkan atlet atau timnya, dapat disebabkan oleh kurang pahamnya prinsip indivualisasi ini. Prestasi seseorang atau tim dapat dicapai secara optimal apabila setiap program latihan apapun yang diberikan mengacu pada asas individualisasi ini.
Beberapa ahli olahraga maupun kedokteran mengemukakan pendapat yang senada tentang individu sosok manusia. Mereka mengemukakan bahwa tidak ada satu orangpun yang sama persis baik keadaan fisiknya maupun psikisnya. Setiap orang akan memberikan respon yang tidak sama terhadap setiap rangsangan (fisik, teknik, taktik, mental) yang diterimanya.

·         Prinsip Multilateral
Prinsip perkembangan menyeluruh sebaiknya diterapkan pada atlit-atlit muda. Pada permulaan belajar mereka harus dilibatkan dalam beragam kegiatan agar memiliki dasar-dasar yang lebih kokoh untuk menunjang keterampilan spesialisasinya kelak.

·         Prinsip Spesialisasi
Setelah melakukan prinsip Multilateral, dilanjutkan dengan pengembangan khusus sesuai dengan cabang olahraga yang digelutinya, dan spesialisasi baru dimulai setelah disesuaikan dengan umur yang cocok untuk cabang olahraganya.

·         Prinsip Variasi
Pemberian variasi latihan mrupakan cara yang baik agar atlit dapat menikmati latihan dengan senang dan gembira supaya atlit tidak bosan.

·         Prinsip Model dalam Latihan
Model atau imitasi, atau tiruan merupakan suatu simulasi dari kenyataan yang dibuat dari elemen atau unsure spesifik dari fenomena yang dicari atau diamati serta mendekati keadaan sebenarnya.

·         Prinsip Penggunaan Sistem Latihan
Prinsip ini menuntut bahwa program latihan harus dibuat secara sistematis dan efisien. Dari mulai program jangka panjang sampai program latihan tiap unit, dan juga harus memperhatikan karakter individu atlet.

·         Prinsip Periodisasi
Prinsip ini menekankan dalam proses pemberian materi latihan harus secara bertahap, tidak bisa langsung latihan pada tahap pertandingan akan tetapi kita harus melewati tahap persiapan sebagai modal untuk tahap selanjutnya.

·         Prinsip Presentasion
Dalam prinsip ini proses latihan dilakukan dengan memberikan atlet untuk melihat video mengenai gerakan – gerakan teknik yang benar. Sehingga atlet dapat merekam gerakan yang benar tersebut di benaknya dan berusaha untuk melakukan gerakan yang serupa. 

·         Prinsip Intensitas Latihan
Prinsip fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin terjadi apabila atlet dilatih melalui suatu program latihan yang intensif, dimana pelatih secara progresif menambahkan beban kerja, repetisi, serta kadar intensitas dari repetisi tersebut. Intensitas latihan dapat diukur dengan menghitung denyut nadi maksimal (DNM).

·         Prinsip Kualitas Latihan
Berlatih secara intensif belum cukup apabila tidak bermutu / berkualitas. Oleh karena itu suatu latihan harus berkualitas agar mendapat hasil yang maksimal tanpa mengeluarkan banyak tenaga dan waktu, karena latihan singkat dan berkualitas lebih baik daripada latihan lama yang tak bermutu.

·         Prinsip Berfikir Positif
Prinsip penanaman berpikir positif akan berdampak baik pada perilakunya karena akan merasa lebih kuat, melatih atlet selalu berpikir optimis dan positif, mengubah sikap bawah sadar yang negatif menjadi positif.

·         Prinsip Penetapan Sasaran
Menetapkan sasaran latihan bagi atlit sangat penting, karena atlit tidak berlatih dengan sungguh-sungguh atau kurang motivasi jika tidak ada tujuan / sasaran yang jelas untuk berlatih.

·         Prinsip Beban Progresif
Peningkatan beban latihan yang dimulai dengan beban ringan, kemudian ditingkatkan secara bertahap sedikit demi sedikit sesuai kemampuan atlet yang bersangkutan, makin lama bebannya semakin berat.

·         Prinsip Perbaikan Kesalahan
Dalam memperbaiki kesalahan gerak yang dilakukan oleh atlet, pelatih harus mengetahui dimana dan apa penyebab kesalahan gerak yang dilakukan oleh atletnya.

Hubungan Prinsip – Prinsip Latihan dengan Psikologi Belajar
Dalam proses latihan, pelatih mempelajari masalah atlet, baik mental, fisik, teknik, dan taknik. Dengan demikian terjadi interaksi antara pelatih dan atlet. Interaksi tersebut berupa proses belajar yang menuntut hal – hal pokok seperti membawa perubahan yaitu dari yang tidak tau menjadi tau dan yang belum trampil menjadi trampil, adanya kecakapan baru yaitu atlet yang sebelumnya hanya memiliki teknik yang bisa dikatakan masih kurang diharapkan dapat meningkatkan dan memperkaya tekniknya, dan hal pokok yang terakhir yaitu adanya usaha. Tanpa adanya usaha, perubahan dan kecakapan baru tidak mungkin akan tercapai.
Demikian pula dalam penerapan prinsip – prinsip latihan yang dilakukan oleh seorang pelatih kepada atletnya. Dengan menggunakan hal – hal pokok dalam belajar tersebut, penerapan prinsip – prinsip latihan diharapkan mampu membawa perubahan bagi atlet, dan atlet juga memiliki kecapakan baru serta atlet memiliki usaha yang keras guna mencapai perubahan dan kecakapan baru tersebut.

Pengertian Profesi Kepelatihan Olahraga


Pengertian Profesi Kepelatihan Olahraga
Profesi Kepelatihan Olahraga adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menafkahi hidup yang mengandalkan suatu keahlian dan ketrampilan cabang olahraga yang digeluti dengan cara mempelajari masalah – masalah atlet, pelatih, proses berlatih melatih, pertandingan dan evaluasi hasil latihan guna mencapai prestasi yang maksimal.

Peran Pelatih
The Coach As A Person           : Pelatih adalah seorang
Leader                                     : Pemimpin
Follower                                  : Pengikut
Role model                              : Contoh yang utama
Disciplinarian                          : Penegak disiplin
Phsycologist                            : Sebagai psikolog
Friend and Counselor              : Teman dan pembimbing
Parent Substitute                    : Pengganti orang tua
Family Member                      : Anggota keluarga

Nilai – Nilai Filosofi Taekwondo dalam Pembentukan Karakter

Nilai – Nilai Filosofi Taekwondo dalam Pembentukan Karakter
Taekwondo sebagai salah satu cabang olahraga, dapat membentuk pribadi menjadi seseorang yang berkarakter. Filosofi Taekwondo, mungkin dapat disimpulkan dengan baik melalui filosofi Hongik-Ingan ; cinta damai, semangat integritas, membela kebenaran dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Filosofi ini, terwakili dalam Azas Taekwondo, yang didasarkan pada prinsip-prinsip Hwarang – Do .
1. Kesopanan (Ye Ui)
2. Integritas (Yom Chi)
3. Ketekunan (Dalam Hae)
4. Pengendalian diri (Gukin Gi)
5. Semangat Pantang Menyerah(Baekjeul Bool Goal) 

1.  Kesopanan / Courtesy (Ye ui) : Bersikap Sopan dan Menghormati
Kesopanan, mengedepankan saling pengertian, keharmonisan, kedamaian, kerendah-hatian, kerjasama, hormat-menghormati, dan rasa keadilan. Kesopanan (Courtesy) dapat terlihat pada :
·         Politeness (Sopan Santun) : mengucapkan “tolong” dan “terimakasih”, membuka /menutup pintu bagi orang lain, dan meminta tolong ketimbang menyuruh.
·         Mampu membawa diri dalam urutan Tingkatan Sabuk (Distinction of Roles) : Cara kita berbicara atau bertindak kepada senior, orang tua atau Guru; dan juga cara kita menyayangi dan peduli kepada junior.
·         Memikirkan orang lain( Consideration of Others) : Selalu berusaha untuk peduli bagaimana perasaan orang lain atau bagaimana pendapat orang lain dalam ucapan maupun tindakan kita. Dan memperlakukan orang lain dengan baik dan sopan.
·         Memberi pujian atau menghormati orang lain (Compliment/Honor Others)
·         Memaafkan orang lain / memaafkan kesalahan yang tidak berarti.
·         Rasa Hormat (Deference) : Mendahulukan orang lain, jika hal itu akan sangat menolong orang tersebut, dan juga menunjukkan rasa hormat kita.
·         Kebaikan (Generosity) : Memberi sesuatu kepada orang lain dengan atau tanpa diminta.

2.  Integritas / Integrity (Yom Chi): Selalu Menegakkan Kebenaran
Dalam Taekwondo, kita harus dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dan kita harus mempunyai kesadaran akan kedua hal tersebut. Kita harus selalu mengikuti kata hati dan nilai-nilai yang ada dalam diri dan juga dalam lingkungan tempat tinggal kita dengan tindakan yang konsisten. Jika kita menerapkan integritas dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pergaulan dengan orang lain, orang-orang akan belajar menghargai diri kita sebagai orang yang dapat diandalkan, bertanggungjawab, dan jujur. Integritas dapat dilihat pada :
·         Kejujuran (Honesty) : Jujur pada diri sendiri dan orang lain
·         Konsisten (Consistency) : Konsisten dalam ucapan maupun tindakan dalam kehidupan sehari-hari
·         Kesetiaan (Loyalty) : Setia kepada orang lain, baik itu keluarga, teman, senior, junior, Negara dan lain-lain.
·         Taat kepada nilai-nilai yang berlaku (Adherence to a standard of Values) : Selalu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
·         Belajar dari kesalahan (Learning from mistakes) : Menggunakan kesalahan yang telah kita buat sebagai alat untuk tidak melakukan kesalahan yang sama.

 3.  Ketekunan dan Kekerasan Hati /Perseverance (In Nae)
Ketekunan adalah syarat yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan. Sukses mendatangi mereka yang tidak pernah menyerah. Ketekunan membutuhkan banyak usaha didalam mencapai sesuatu yang besar. Sejumlah besar kepuasan pribadi dapat diperoleh melalui pertumbuhan, penguasaan, dan pengetahuan yang didapatkan dari banyaknya latihan serta komitmen untuk mencapai tujuan. Ketekunan dapat dilihat pada :
·         Kesabaran (Patience) : Kemampuan untuk bersikap tenang ketika situasi menjadi sulit / keras.
·         Fokus pada Tujuan (Focus on goals) : Menanamkan pada pikiran kita apa yang akan kita capai.
·         Mengatasi Hambatan (Overcoming Obstacles) : Selalu berusaha mengatasi halangan / rintangan yang ada dalam mencapai tujuan ketika situasi yang sulit datang.
·         Mengikuti Keyakinan (Following your Convictions) : Mengetahui dan melakukan apa yang kita yakini kebenarannya.

 4.  Pengendalian Diri/ Self Control (Guk Gi)
Hilangnya pengendalian diri didalam latihan dapat mengakibatkan cidera bagi diri sendiri dan orang lain. Kemampuan kita untuk beradaptasi terhadap lingkungan dan mengenali kemampuan kita juga dapat disebut pengendalian diri (Self Control). Ketidakmampuan untuk hidup dengan kemampuan yang kita miliki menunjukkan kurangnya pengendalian diri, contoh : sewaktu sparring (kyorugi), seseorang tidak dapat mengontrol tendangannya kearah muka, tetapi tetap melakukannya, hal ini dapat mengakibat konsekuensi yang berbahaya. Jika kita dapat mengendalikan diri kita (dalam hal ini teknik) maka kita tidak perlu mengucapkan kata “Maaf, tadi saya salah” kepada orang lain. Self Control dapat dilihat pada :
·         Pengendalian (Restraint) : Cara kita mengontrol tindakan kita ketika kesal atau marah.
·         Disiplin (Discipline) : Kemampuan untuk tetap focus dan konsisten pada tujuan, dan konsisten dengan tindakan dalam mencapai tujuan.
·         Penguasaan Diri (Self-Mastery) : Kontrol terhadap kata-kata dan tindakan
·         Kebijaksanaan (Discretion) : Tidak berbicara atau bertindak yang dapat menyakiti orang lain.
·         Kekuatan Kemauan (Will Power) : Mempunyai kekuatan, keinginan dan sikap untuk melakukan sesuatu bahkan dalam situasi yang sulit  sekalipun.
·         Martabat / Kehormatan (Dignity) : Menjaga Martabat diri sendiri.

 5.  Semangat Pantang Menyerah (Baekjul Boolgol)
Semangat pantang menyerah juga dapat berarti berani menegakkan keadilan, tanpa mempedulikan apa kata orang lain. Dapat juga berarti mempunyai keberanian untuk menjadi diri sendiri setiap waktu, dan melakukan apa yang menurut kita benar dengan mengabaikan tekanan dari orang lain yang berusaha menghalangi.
Semangat pantang menyerah ini juga berarti kita mempunyai semangat yang kuat, yang tidak dapat dihancurkan atau disingkirkan oleh kesengsaraan / kesusahan atau halangan yang merintangi.